Sabtu, 10 November 2012

PERPAJAKAN AK


Mengenal Sanksi Pajak

Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka  pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.
Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.
Ada 2 macam Sanksi perpajakan,
1.   Sanksi Administrasi yang terdiri dari:
a.   Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari     jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. Untuk mengetahui lebih laniut, dalam tabel 1dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.
 b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian. Untuk mengetahui lebih ielas mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi bunga dan penghitungan besarnya bunga dalam pajak, pembaca dapat melihat dalam tabel 2
c.   Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang. Untuk lebih jelasnya, hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi berupa kenaikan dan besarnya kenaikan dapat dilihat dalam tabel 3.
2.   Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. Hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi pidana dan bentuk sanksinya dapat juga dilihat pada tabel 1.
          Sumber : Indonesian Tax Review
konsultanpajak-aaa.com konsultan-pajak.co.cc aris-aviantara.blogspot aviantara.multiply.com

Hak-Hak bagi Wajib Pajak

Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.Â
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
- Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
- Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
- Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Penundaan Pembayaran Pajak
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.
Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.
Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.
Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
Pengurangan PBB
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.
Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi)
Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara :
Yang Pertama, dengan melalui Surat Pemberitahuan (SPT),
Yang Kedua, dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.
Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.  Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.
Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
Keberatan
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.
Syarat pengajuan keberatan adalah :
a.Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
b.Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasan-alasan yang jelas.
c.Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.
d.Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Perlu diketahui bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding harus membayar minimal 50% dari utang pajak yang diajukan banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.
Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Peninjauan Kembali (PK)
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.
Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.


Kewajiban Perpajakan bagi Wajib Pajak Badan

Setiap perusahaan yang didirikan di Indonesia dan sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka otomatis perusahaan itu mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan pajak yang berlaku di Indonesia. Satu asas penting yang dianut UU pajak kita adalah self assestment, di mana setiap Wajib Pajak diberi kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung sendiri pajak-pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau dalam suatu tahun pajak, kemudian menyetor dan melaporkannya kepada instansi pajak yang berwenang. Apabila Wajib Pajak melalaikan kewajiban yang dibebankan di pundaknya, sudah pasti akan timbul sanksi-sanksi yang dikenakan secara berjenjang, tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Secara umum ada tiga kelompok kewajiban pajak yang wajib dilaksanakan oleh setiap Wajib Pajak, yaitu:
  1. Kewajiban pajak sendiri (seperti PPh Pasal 25/29);
  2. Kewajiban memotong atau memungut (pot/put) pajak atas penghasilan orang lain (misalnya: PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Final); dan
  3. Kewajiban memungut PPN dan atau PPn BM (jika ada) yang khusus berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Kewajiban Wajib Pajak Badan umumnya meliputi seluruh jenis pajak, baik atas pajak sendiri, pemotongan/pemungutan pajak atas penghasilan pihak lain, maupun pemungutan PPN dan atau PPnBM (jika ada), tergantung dari bentuk badan, jenis usaha yang dilakukan, serta status Wajib Pajak yang bersangkutan.
Jenis-jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak Badan secara umum bisa diuraikan sebagai berikut:
1. PPh Pasal 21/Pasal 26
Yaitu PPh yang wajib dipotong atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang diterima atau diperoleh orang pribadi, sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UU PPh.
Wajib Pajak Badan wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan para karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut maupun penghasilan orang pribadi lainnya, seperti tenaga ahli, yang dibayar atau terutang oleh perusahaan. Dalam hal terdapat pembayaran penghasilan, yang termasuk objek PPh Pasal 21, kepada orang pribadi yang berstatus WP luar negeri, PPh yang dipotong mengacu pada ketentuan Pasal 26 UU PPh atau berdasarkan tax treaty.
Kewajiban PPh Pasal 21/Pasal 26 yang harus dilaksanakan, meliputi:
  • SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 pada setiap Masa Pajak
Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan disetor oleh Wajib Pajak Badan, yang terutang pada setiap masa pajak. PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran kepada orang pribadi yang berstatus Wajib Pajak Luar Negeri juga wajib dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 21. Pada dasarnya, PPh Pasal 21 yang dilaporkan dalam SPT Masa merupakan angsuran atau pajak dibayar di muka untuk PPh Pasal 21 yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
  • SPT Masa PPh Pasal 21 pada Akhir Tahun Pajak
Merupakan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan dilunasi pada suatu tahun pajak, termasuk PPh Pasal 26 yang terutang atas penghasilan orang pribadi berstatus WP luar negeri. SPT Masa PPh Pasal 21 untuk Akhir Tahun Pajak sebenarnya merupakan penghitungan ulang atas PPh Pasal 21 yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21  untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Desember. Bisa jadi, pada SPT Masa PPh Pasal 21 pada akhir tahun nantinya timbul kurang bayar, atau lebih bayar, atau mungkin juga nihil (PPh Pasal 21 yang sudah disetor sama dengan PPh Pasal 21 yang terutang).
2.    PPh Pasal 23
Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen, royalty, bunga, hadiah dan penghargaan selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, serta imbalan jasa sehubungan dengan jasa-jasa seperti jasa teknik, jasa manajeman, jasa konsultan, dan jasa lain, yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 23 UU PPh.
3.     PPh Pasal 26
Yaitu PPh yang dipotong atas penghasilan berupa dividen; bunga; royalti; sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan; serta pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang diterima/diperoleh WP luar negeri. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 26 UU PPh.
Penghitungan dan penyetoran PPh Pasal 26 sebaiknya tetap dilakukan secara tersendiri, meskipun untuk pelaporannya digabungkan dengan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23, tergantung pada jenis objek pajaknya serta penerima penghasilannya;
  • Jika objek pajaknya cenderung sama dengan PPh Pasal 21 dan penerima penghasilannya adalah orang pribadi berstatus WP luar negeri, maka pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26;
  • Jika penerima penghasilannya berbentuk badan dan berstatus WP luar negeri, pelaporannya melalui SPT Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26.
3.      PPh Final
Yaitu PPh yang dipotong atas jenis penghasilan tertentu atau jenis usaha tertentu yang diatur secara khusus (special treatment) melalui peraturan pemerintah. Misalnya, PPh Final atas persewaan tanah dan atau bangunan. Jadi, seandainya Wajib Pajak Badan menyewa gedung dari pihak lain untuk dipergunakan sebagai kantor, maka Wajib Pajak Badan wajib memotong, menyetor, dan melaporkan PPh Final yang terutang atas sewa kantor tersebut.
4.      PPh Pasal 25
Yaitu pembayaran angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan. Besarnya PPh Pasal 25 yang wajib disetor setiap bulan dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 25 UU PPh beserta ketentuan pelaksanaannya.
5.      PPh Pasal 29
Yaitu kewajiban untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang pada akhir tahun pajak, dengan memperhitungkan kredit pajak berupa angsuran PPh Pasal 25 yang telah disetor setiap bulan dan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain.
6.      PPN
Yaitu pemungutan pajak atas penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa Kena Pajak) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di dalam Daerah Pabean, yang meliputi suatu masa pajak. Dalam hal BKP tergolong barang mewah, terdapat Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang juga terutang sesuai ketentuan UU yang berlaku.
Pembukuan
Sebagai titik awal pembuktian kebenaran penghitungan pajak, pembukuan mempunyai peranan yang sangat penting. Tanpa pembukuan, tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti berapa besarnya pajak yang sebenarnya terutang di perusahaan tersebut.
Sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU KUP diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Sesuai dengan definisi yang diberikan oleh UU KUP, pembukuan dilakukan sekurang-kurangnya untuk memperoleh informasi mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Dengan diterapkannya sistem self assessment, Wajib Pajak dituntut kesiapannya baik dari segi pengetahuan pajak maupun teknis administrasi. Sehingga apabila Wajib Pajak tidak atau lalai dalam menjalankan kewajiban perpajakan yang menjadi tanggung jawabnya, maka Wajib Pajak bisa terkena sanksi perpajakan. Oleh karena itu Wajib Pajak perlu memperhatikan dan berhati-hati dengan kewajiban pajaknya. Wajib Pajak seharusnya dapat menyusun suatu manajemen pajak yang baik, artinya mengusahakan agar pajak yang dibayar menjadi kecil atau menghindari pengenaan pajak yang tidak seharusnya atau menghindari pengenaan sanksi perpajakan. Manajemen pajak harus dilakukan secara legal atau tidak melanggar aturan pajak.
Sanksi Perpajakan yang terkait dengan Pelaporan dan Penyetoran Pajak:
1. Denda Administrasi (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), dalam hal :
SPT tidak disampaikan atau disampaikan melebihi batas waktu:
  • Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
  • Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya
  • Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
2. Bunga (Pasal 9 (2a) dan (2b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), dalam hal :
Atas pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan Pajak Penghasilan yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan dikenakan Sanksi Administrasi berupa Bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa/Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
3. Kenaikan (Pasal 13 ayat 3 dan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007), yaitu dalam hal:
- SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam surat teguran sanksinya berupa kenaikan sebesar 50% (untuk PPh Badan/Orang Pribadi), 100% (untuk PPh Pemotongan/Pemungutan), 100% (untuk PPN) dari jumlah pajak yang kurang/tidak dibayar.
- Karena kealpaan, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang pertama kali, wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui SKPKB.
4. Sanksi Pidana:
a. Karena kealpaan, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. (Pasal 38 Undang-Undang 28 Tahun 2007)
b. Karena sengaja, SPT tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39 Undang-Undang 28 Tahun 2007)

Pengertian-Pengertian dalam Ketentuan Umum Perpajakan

Pajak
Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Wajib Pajak
Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Pengusaha
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Nomor Pokok Wajib Pajak
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
PENDAFTARAN UNTUK MENDAPATKAN NPWP
-
Berdasarkan sistem self assessment setiap WP wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) / Kantor Penyuluhan Pelayanan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, untuk diberikan NPWP.
-
Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
-
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
-
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bukan berikutnya.
-
WP orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.
PELAPORAN USAHA UNTUK PENGUKUHAN PKP
-
Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
-
Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha tersebar di beberapa tempat, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib mendaftarakan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.
-
Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.
-
Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
TEMPAT PENDAFTARAN WP TERTENTU & PELAPORAN BAGI PENGUSAHA TERTENTU
-
Seluruh Wajib Pajak BUMN dan Wajib Pajak BUMD di Wilayah DKI Jakarta di KPP BUMN;
-
Wajib Pajak PMA yang Tidak Go Public di KPP PMA Kecuali yang Telah Terdaftar di KPP Lama dan Wajib Pajak PMA di Kawasan Berikat dengan Permohonan Diberikan Kemudahan Mendaftar di KPP Terdaftar;
-
Wajib Pajak Badan dan Orang Asing di KPP Badora;
-
Wajib Pajak Go Public di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public) Kecuali Wajib Pajak BUMN/BUMD serta Wajib Pajak PMA yang Berkedudukan di Kawasan Berikat;
-
Wajib Pajak BUMD di Luar Jakarta di KPP Setempat;
-
Untuk Wajib Pajak BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di Luar Jakarta, Khusus PPh Pemotongan/Pemungutan dan PPN/PPnBM di Tempat Kegiatan Usaha atau Cabang.

FUNGSI NPWP

-
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
-
tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya;
-
menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan;
Setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak;

FUNGSI PENGUKUHAN PKP

-
Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM
-
Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.
-
Pemenuhan kewajiban PPN dan PPnBM.

PENERBITAN NPWP SECARA JABATAN

KPP dapat menerbitkan NPWP dan Pengukuhan PKP secara jabatan apabila Wajib Pajak tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bila berdasarkan data yang dimiliki DJP ternyata WP memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP atau PKP.
SANKSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN NPWP & PENGUKUHAN PKP
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.


2 komentar: